Senin, 19 Oktober 2015

Senja Yang Menyembunyikan Cinta

Entah kenapa dan apa sebabnya.
Aku selalu saja suka berlama-lama berdiri ditanah lapang untuk menikmati senja. Dimanapun aku berada, senja adalah waktu yang aku rindukan. Entah itu berada di desa ataupun di kota. Kegiatan seperti itu akan berakhir saat sang surya telah benar-benar meninggalkanku. Bersembunyi dibalik gunung atau dibalik gedung. Bagiku, menikmati senja bukan sekedar menikmati hamparan mega-mega yang dibalut lembayung merah saga. Atau menyaksikan detik-detik terakhir sang surya menyinari bumi. Lebih dari itu, bagiku senja adalah sejarah. Senja bagiku adalah kerinduan.

Pada senja, aku belajar bagaimana cara sang surya 'meninggalkan' bumi. Dia tidak pergi dengan terburu-buru. Perlahan. Bahkan terlihat sangat hati-hati. Dia masih memberikan sedikit cahayanya sebelum dia benar-benar pergi. Sungguh, bagiku itu adalah cara melepaskan yang anggun. Bagaimana bumi dengan sukarela melepaskan sang surya yang memang sudah seharusnya pergi. Sebelum sang surya benar-benar pergi dan lenyap ditelan malam, dia masih sempat sesekali mengintip wajah bumi dengan lembayung yang indah. Tak ada kesedihan.

Disisi lain, menikmati senja bagiku adalah melepaskan kerinduan.

Aku tidak akan munafik dengan mengatakan bahwa aku telah benar-benar melupakan kamu yang telah memilih untuk pergi meninggalkanku. Aku tidak bisa membohongi diriku dengan mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi namamu dihatiku. Karena sejujurnya, namamu masih tersimpan rapi di kedalaman hatiku yang tak mungkin aku lupakan.

Bagaimana mungkin, bumi akan melupakan surya yang telah menemaninya seharian penuh. Memberi cahaya dalam setiap denyut nadi kehidupan bumi. Memberikan harapan. Meski memang, ada saatnya sang surya harus meninggalkan bumi. Dan bumi harus merelakan sang surya pergi. Membiarkan gelap menyelimuti bumi. Sesekali purnama merayu gelap agar tak selalu menyelimuti wajah bumi. Sampai esok hari cahaya baru muncul di ufuk timur.

Aku dan kamu pun begitu. Tidak mudah bagiku melupakanmu yang  pernah mengisi hari-hariku. Menjadikan hariku penuh warna. Berbagi tawa dan kebahagiaan. Berbagi luka dan kesedihan. Aku tidak mungkin melupakan semuanya meski aku tak berusaha mengingatnya namun tetap saja kenangan itu akan menempel di dinding-dinding hatiku. Perpisahan hanyalah soal waktu yang tak terbantahkan. Seperti mentari yang meninggalkan bumi dengan perlahan, bukankah kita juga masih menikmati genggaman tangan terakhir sebelum benar-benar bepisah.

Setelah itu, duka selalu saja menyelimutiku walau ada saja sahabat-sahabatku yang merayu agar aku tidak larut dalam duka. Seperti purnama yang merayu malam.

Maka, saat aku menikmati senja yang menaggumkan. Aku selalu saja mengingat akan genggaman terakhirmu ditanganku sampai aku benar-benar hanya menyentuh ujung jarimu. Setelah itu kamu pergi.

Menikmati senja juga bagiku ialah menikmati luka. Menghibur duka. Bahwa segala sesuatunya hanya soal waktu.
Yang pergi biarlah pergi. Karena hari esok akan selalu menawarkan cinta yang lebih bahagia.

Aku selalu suka menikmati senja. Aku membayangkan wajahmu pada mentari yang tenggelam  dibalik gunung.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar