Jumat, 02 Oktober 2015

Diam

Akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Beberapa pekerjaan menuntutku agar meluangkan lebih banyak waktu lagi. Hari-hariku seolah selalu saja dihabiskan bersama pekerjaan yang seolah tak kunjung selesai. Sampai-sampai aku hanya istirahat untuk menunaikan hajatku saja. Bahkan aku sudah tidak sempat lagi untuk sekedar membuka laman media sosial yang biasanya rajin aku kunjungi. Satu hal yang lebih parah lagi aku baru menyadari bahwa jauh disana ada hati yang sedang gelisah. Karena tak kunjung mendapatkan kabar dari kekasihnya. Pesannya tak ada satupun yang dibalas, apalagi teleponnya juga tak sempat terjawab. Semakin hari hatinya semakin gelisah.

Perlahan pekerjaanku pun mulai terselesaikan. Aku sudah sempat membuka pesan-pesan yang masuk melalu telepon genggamku. Semuanya berisi dari hati yang jauh disana. Dari seseorang yang telah meluluhkan hatiku. Aku membaca satu per satu pesan singkat itu. Jika semuanya kusimpulkan intinya kamu merasa kecewa. Aku merasa bersalah telah mengabaikanmu. Membuat hatimu kecewa adalah kesalahan terbesarku padamu.

Untuk menebus rasa bersalahku, aku mengajakmu berjalan-jalan ke tempat-tempat yang indah yang kamu sukai. Aku berharap ceriamu kembali hadir.

Namun, sepanjang perjalanan yang kita tempuh tak satu pun kata terucap dari bibirmu. Itu semakin membuatku merasa bersalah. Kamu memilih diam dan semakin membuatku bingung. Biasanya, aku selalu suka dengan diammu. Tapi kali ini diam nya beda. Biasanya diam yang sering aku lihat adalah diam karena merajuk manja. Dengan bibir sedikit maju dan dagu mengkerut. Sebab aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Setelah itu kamu akan kembali ceria seiring candaan yang aku lontarkan.

Tapi, saat ini diammu berbeda. Tak ada lagi bibir yang dimajukan atau dagu yang mengkerut. Semuanya datar. Jelas keadaan itu semakin membuatku bingung. Masihkah kau kecewa denganku? Tapi kenapa memilih diam?

Hari setelah itu aku menjadi lebih sibuk lagi. Bukan karena tuntutan pekerjaan. Tapi, lebih kepada mencari tahu sebab diammu.

Akhirnya, aku sampai pada kesimpulan bajwa ternyata diammu adalah bentuk kudeta terhadapku karena sebuah kesalahan yang telah membuatmu gelisah. Ini adalah caramu protes terhadapku yang membuatmu menunggu. Menunggu kabar dariku yang telah menjadi kekasihmu. Ah, aku semakin yakin bahwa kamu memang benar-benar tulus terhadap cinta kita. Aku telah menyaksikan betapa kecewanya kamu saat aku tidak memberimu kabar. Rasa khawatirmu telah cukup untuk mengungkapkan ketulusan cintamu.

Kau telah berhasil mengkudetaku. Protesmu terhadapku berhasil. Aku tidak akan membuatmu kecewa lagi. Aku tidak ingin membiarkanmu mendiamkanku lagi. Itu cukup membuatku merasa bersalah.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar