Senin, 06 Juli 2015

Bukan Modus


Dulu. Dulu sekali saat aku baru saja mengenal namamu. Saat aku baru saja jatuh cinta padamu namun belum sempat terungkap. Kamu yang selalu sibuk dengan aktivitasmu bersama kawan-kawanmu. Kamu yang selalu saja serius dengan semua mata pelajaran sekolah. Kamu yang selalu saja mendapatkan prestasi di sekolah. Kamu yang selalu saja membuatku terpaksa jatuh hati dengan semua sikapmu. Kamu yang selalu saja ingin kulihat setiap saat namun kamu tidak pernah peka terhadap perasaanku.
Saat itu aku selalu saja mencari-cari cara agar selalu bisa melihat senyummu. Selalu saja aku memutar otak agar aku selalu dekat denganmu.
Aku yang memang kurang pintar dalam masalah pelajaran selalu saja memintamu agar sudi mengajarkan semuanya. Aku menjadikan kebodohanku itu sebagai senjata utama agar aku bisa selalu dekat denganmu. Kamu yang baik hati selalu saja mau untuk mengajariku. Saat didekatmu sebenarnya membuatku justru tidak bisa konsentrasi pada apapun selain padamu. Rumus-rumus hitungan yang kamu ajarkanpun sebenarnya tidak ada satupun yang mampir di otakku. Hanya saja aku selalu mengangguk saat ditanya olehmu. Tujuannya tentu agar aku bisa melihat senyummu. Ternyata untuk beberapa hal kebodohanpun sangat menguntungkan. Itu modus bukan?
Aku selalu saja ingin terlihat menawan saat lewat dihadapanmu saat kamu sedang berkumpul bersama teman-temanmu. Aku selalu saja berusaha mengalihkan perhatianmu dengan cara-cara yang sebenarnya menyebalkan seperti di FTV. Ah, tapi sepertinya kamu tidak pernah menonton tayangan seperti itu karena buktinya kamu tidak mengerti dengan semua kode yang aku kirimkan. Selalu saja begitu, namun setidaknya aku sudah berusaha. Itu modus bukan?
Semenjak aku mengenal kata jatuh cinta aku semakin akrab saja dengan yang namanya modus. Mungkin itu juga yang dilakukan oleh orang-orang yang bernasib sepertiku.
Sampai suatu saat kamu tiba-tiba menantangku untuk berpacu dalam prestasi. Entah atas dasar apa aku yang dulunya paling malas belajar tiba-tiba menjadi sebaliknya. Aku yang sebelumnya tidak suka dengan beberapa mata pelajaran tiba-tiba berubah sebaliknya. Aku menyetujui tantanganmu. Karena bagiku itu bukanlah tantangan biasa, itu adalah pertanda kamu sudah mulai menangkap kode-kode yang aku kirimkan. Ah, cinta selalu saja orang menjadi aneh sejak mengenal cinta.
Di ujung tantangan, meski aku tidak berhasil mencapai prestasi yang gemilang namun kamu tetap saja memberikan senyum termanismu atas usahaku. Ah, rasanya tak ada yang lebih menarik selain dengan senyummu.
Sampai suatu saat, masa sekolah harus berakhir. Perasaanku semakin bingung dan kalut bukan karena memikirkan nilai-nilai ujianku. Namun, justru karena kamu tak kunjung menyatakan bahwa kamu juga mencintaiku. Mungkinkah cintaku bertepuk sebelah tangan?
Aku takut jika tidak segera mendengar pernyataan cintamu maka kita akan benar-benar berpisah. Setelah itu aku tidak bisa lagi berpura-pura tidak mengerti dalam pelajaran hanya untuk bisa didekatmu.
Aku tidak bisa lagi tebar pesona dihadapanmu yang sedang asyik bersama kawan-kawanmu. Aku takut akan hal itu.
Tapi ternyata tidak, di akhir masa sekolah itu kamu menyatakan cintamu dengan cara yang romantis. Aku tidak pernah menduga bahwa orang serius sepertimu memiliki sisi romantis juga. aku menjadi orang yang paling bahagia saat itu.
setelah itu semua bukan lantas membuatku menjadi tenang. Karena setelah kita menautkan hati ternyata jarak tak bisa mengerti. Cinta kita harus terpisah jarak dan waktu. Aku tidak bisa memaksakan agar kamu tetap di sampingku. Ini lebih menyedihkan dibandingkan saat dulu aku masih mengirimkan kode-kode cinta namun kamu tidak pernah peka. Ini lebih menyedihkan.
Kini, aku kembali lagi mengirimkan kode-kode agar kamu sudi menemuiku yang dilanda rindu. Melalui pesan-pesan singkat atau melalui media sosial. Tapi, kali ini aku tidak ingin menyebutnya modus. Itu bukan modus tapi rindu. Rindu yang belum tersampaikan.
Namun sekali lagi kamu tidak pernah peka terhadap itu semua. Mungkin, aku masih harus bersabar agar waktu mengizinkan kita bersatu dan tak pernah terpisahkan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar