Selasa, 26 Januari 2016

Surat Cinta #9

Ibu...,

Dalam surat ini izinkan aku bertanya tentang sesuatu hal yang mengganjal lubuk hatiku. Tentang sesuatu yang sering memaksaku untuk mengurai air mata. Tentang sesuatu yang membuatku membencimu. Tentang sesuatu yang membuatku semakin mencintaimu.

Mungkin, ibu merasa aneh dengan apa yang aku pertanyakan. Bagaimana mungkin ada hal yang bisa membuat benci sekaligus membuat semakin cinta. Benar kan bu?

Atau ibu sekarang sedang memutar otak mengingat semua kenangan bersama anakmu yang membuat anakmu menjadi benci. Benar kan bu?

Baiklah bu, ini adalah pertanyaan yang ingin aku utarakan kepadamu:

Begini bu,
Apakah benar ibu adalah seorang pembohong seperti apa yang dikatakan orang-orang. Benarkah semua ibu itu adalah pembohong ulung? Benarkah bahwa seorang ibu adalah orang yang pandai berbohong?

Aku harap ibu bisa menjawabnya dengan jujur.

Benarkah bu, saat makanan di rumah kita tinggal sedikit lalu keluar dari bibirmu perkataan "Makanlah nak, Ibu tidak lapar!" Itu adalah sebuah kebohongan?

Benarkah bu, perkataanmu adalah kebohongan hanya agar anakmu ini tak merasakan lapar? Padahal, saat itu engkau juga merasa lapar. Tapi memilih berbohong dengan mengatakan "Ibu tidak lapar."

Benarkah saat itu engkau sedang berbohong? Kenapa bu? Kenapa engkau harus berbohong hanya untuk itu, padahal kita bisa membagi makanan itu berdua tapi engkau memilih menahan lapar? Kenapa bu?

Baiklah, sebelum ibu menjawab kebohongan yang pertama, aku akan menanyakan lagi kebohongan ibu yang selanjutnya.

Dulu, saat aku sakit, ibu adalah orang yang paling khawatir dengan keadaanku. Ibu adalah orang yang paling panik dengan keadaanku. Engkau akan memperlakukanku sebagaimana raja. Apapun yang aku inginkan selalu engkau penuhi. Engkau melayaniku dengan penuh ketulusan. Menyiapkan bubur untukku walaupun kadang aku menolak untuk memakannya tapi engkau tidak marah karena usahamu tak dihargai. Dan saat malam tiba, engkau akan setia berada di sampingku, menemaniku hingga larut malam sampai aku benar-benar bisa istirahat. Dan engkau akan mengatakan "Tidurlah nak, Istirahatlah nak. Ibu akan tetap berada disampingmu!" Lalu aku bertanya padamu "Apakah ibu belum mengantuk?" Dan engkau akan berkata dengan lembut "Ibu belum mengantuk." Kata orang, itu adalah sebuah kebohongan seorang ibu. Katanya, saat itu sebenarnya ibu sudah merasa lelah dan mengantuk. Tapi, ibu memilih berada disamping anaknya untuk memastikan bahwa anaknya bisa beristirahat dengan nyaman. Benarkah itu adalah kebohonganmu juga bu?

Kalau saja, aku mengetahui kebohonganmu itu tentu aku akan memilih berpura-pura tidur hanya agar engkau juga bisa istirahat. Tapi sekali lagi engkau adalah orang yang pandai menyembunyikan kebohongan. Lalu, kenapa harus berbohong?

Tidak perlu dijawab dulu bu! Walaupun aku tahu, ibu akan segera membantah apa yang aku tanyakan. Saat ini ibu pasti sedang menggeleng dengan mata sembab. Maafkan aku bu, jika pertanyaanku membuatmu harus menitikan air mata.

Kebohongan berikutnya yang ingin aku tanyakan ialah, saat aku kanak-kanak aku pernah merusak barang kesayanganmu, aku pernah ketahuan berbohong, atau saat aku beranjak remaja, aku sering berbuat ulah di sekolah sampai-sampai membuatmu harus berhadapan dengan pihak sekolah. Dan masih banyak lagi ulahku yang seharusnya membuatmu marah besar. Tapi, engkau tidak pernah marah. Bahkan saat aku bertanya dengan ketakutan setelah berbuat ulah "Apakah ibu tidak marah?" Ibu hanya diam, lalu tersenyum dan berucap "Ibu tidak marah nak, karena ibu tahu engkau akan berubah." Kata orang, itu juga adalah kebohongan seorang ibu. Benarkah bu?

Padahal, katanya saat itu Ibu ingin memarahi anaknya yang telah merusak barang kesayangan ibu, Ibu ingin menumpahkan rasa kecewa pada anaknya yang telah memberikan aib bagi seorang ibu karena anaknya tumbuh menjadi seorang yang tidak ia harapkan, Ibu ingin menumpahkan rasa kecewa kepada anaknya yang telah membuat malu ibunya di hadapan pihak sekolah dan masyarakat karena ulah kita. Tapi ibu memilih diam dan dengan halus ibu berkata " Ibu tidak marah, karena ibu yakin engkau akan berubah." Katanya, saat mengucapkan perkataan tersebut seorang ibu ingin menangis. Tapi mereka selalu berusaha tersenyum. Karena seorang ibu menyadari bahwa anaknya lebih istimewa dari barang kesayangannya yang rusak. Dan yang paling penting saat ibu mengatakan "Karena ibu yakin engkau akan berubah." Itu adalah sebuah doa kepada Yang Maha Kuasa dan kepercayaan kepada anaknya. Walaupun saat itu ibu ingin marah tapi mereka memilih tersenyum. Hanya karena tak ingin memarahi dan mengajarkan marah pada anaknya. Benarkah demikian bu? Benarkah saat ibu mengatakan "ibu tidak marah" adalah sebuah kebohongan? Kenapa mesti berbohong bu? Kenapa ibu tidak memarahiku saja?

Baiklah, aku tidak akan membiarkan ibu menjawab dulu semua pertanyaanku. Karena masih banyak kebohongan-kebohongan ibu yang ingin aku tanyakan.

Saat aku menuntut ilmu berada jauh dari rumah. Tapi, ibu selalu rutin mengirimiku uang untuk keperluan biaya hidup dan pendidikanku. Ibu selalu memberikan yang terbaik untuk anakmu yang sedang berada jauh darimu untuk menuntut ilmu. Bahkan, pernah suatu saat aku membutuhkan uang yang mendadak untuk biaya pendidikanku. Tapi, ibu selalu mengatakan dengan sigap "Ibu akan mengirimkanmu uang secepatnya." Dan saat aku bertanya "Apakah ibu memiliki uangnya?" lalu ibu menjawab dengan yakin juga "Tenang saja nak, ibu masih memiliki simpanan". Saat itu aku menganggap bahwa apa yang aku dengar darimu adalah sebuah kejujuran.

Tapi, kata orang itu adalah salah satu kebohongan seorang ibu. Katanya, saat seorang anak meminta uang mendadak untuk biaya pendidikan, hati seorang ibu langsung gusar karena merasa bahwa dia tidak memiliki uang lebih apalagi simpanan. Tapi, seorang ibu akan tetap mengatakan "Ada" hanya agar kamu tidak usah ikut-ikutan pusing memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang yang kamu minta. Itu hanya agar pikiran anaknya tetap fokus untuk belajar. Saat seorang ibu mengatakan "Ada" maka saat itu di kepala seorang ibu sedang memikirkan bagaimana caranya bisa mendapatkan uang tepat waktu. Saat malam, biasanya Ibu akan mengajak ayah untuk berdiskusi. Lebih tepatnya memaksa agar Ayah bisa mendapatkan uang yang kita butuhkan walaupun dengan berhutang. Ya, yang disebut 'simpanan' oleh seorang ibu ternyata adalah pinjaman. Tapi, ibu tidak ingin agar anaknya tahu bahwa uang yang dia berikan adalah hasil dari meminjam. Yang pasti, ibu akan selalu memenuhi semua kebutuhan anaknya.

Katanya lagi, saat kita berada jauh dari rumah untuk menuntut ilmu, Ibu sebagai pengatur anggaran belanja rumah telah memangkas banyak biaya. Saat anaknya berada jauh dirumah untuk menuntut ilmu, di rumah ibu hanya menyajikan makanan yang sangat sederhana dari yang disebut sederhana. Hanya agar uangnya bisa dikirimkan pada anaknya yang sedang merantau untuk menuntut ilmu. Ibu, selalu menahan keinginannya untuk membeli barang keperluan pribadi hanya agar uangnya bisa dikirimkan pada anaknya tepat waktu.

Benarkah demikian bu? Benarkah ibu berbohong saat mengatakan "Tenang saja, uangnya ada" atau "Tenang saja, ibu masih memiliki simpanan" dan masih banyak kata lainnya yang terucap saat engkau memenuhi semua kebutuhan pendidikanku. Padahal, setiap malam ibu selalu memikirkan bagaimana caranya bisa menhirimkanku uang tepat waktu.

Benarkah ibu berbohong? Kenapa mesti berbohong bu? Padahal, kalau saja ibu tidak berbohong tentu aku bisa berusaha sendiri atau tidak terlalu membebankanmu.

Ah, enkau memang pandai menyembunyikan kebohongan. Tapi kenapa harus berbohong?

Masih banyak kebohongan ibu yang ingin aku tanyakan disini tapi rasanya itu akan membuat surat ini semakin panjang.

Baiklah, ini mungkin pertanyaan terakhir pri hal kebohonganmu. Saat aku sudah mulai bekerja, aku berniat memberikan hasil kerjaku padamu. Tapi engkau dengan lembut menjawab " Simpanlah dulu untuk kebutuhanmu, Ibu belum membutuhkannya." Aku kira itu adalah sebuah kejujuran.

Tapi, kata orang itu adalah kebohongan seorang ibu. Katanya, saat Ibu mengatakan demikian, sebenarnya Ibu sedang membutuhkan bantuan anaknya. Tapi Ibu tidak ingin anaknya tahu bahwa ibunya sedang susah dan menyuruh anaknya untuk menabung agar tidak merasakan kesusahan yang ibunya rasakan. Benarkah demikian bu?

Kenapa Ibu berbohong untuk hal remeh temeh seperti ini bu? Kenapa Ibu tidak mau membagi kesusahan yang ibu rasakan denganku? Kenapa harus berbohong?

Apakah Ibu hendak menjawab pertanyaanku bu?
Ataukah Ibu sendiri sudah tidak sanggup mengatakan apapun karena harus mengusap air mata yang meleleh di pipimu. Sebagaimana air mata juga meleleh di pipiku?

Inilah yang membuatku benci kepadamu bu.
Karena aku tahu, ternyata selama ini benar apa yang di katakan orang-orang bahwa seorang ibu adalah pembohong yang ulung.

Kenapa harus berbohong bu?
Bukankah ibu selalu mengajarkanku untuk selalu jujur?

Kenapa harus berbohong bu?
Apakah ibu hendak mengajarkanku untuk berbohong juga?
Lalu, kenapa kau ajarkan aku tentang kejujuran jika engkau sendiri berbohong?

Bu, maafkan aku.
Aku tidak benar-benar membencimu.
Kuharap engkau juga tak membenciku.

Bukan engkau yang harus aku benci karena kebohongan itu.
Tapi, yang harus aku benci adalah mereka yang mengatakan bahwa seorang Ibu adalah pembong.
Yang harus aku benci adalah mereka yang mengatakan bahwa seorang Ibu adalah pembohong yang ulung.
Yang harus aku benci adalah mereka yang mengatakan bahwa Ibu adalah orang yang pandai menyembunyikan kebohongan.

Tidak bu. Aku tidak setuju dengan mereka yang mengatakan Ibu adalah pembohong. Kata pembohong tidak pantas disematkan pada sosok mulia sepertimu.

Bagiku, apa yang aku utarakan di atas bukanlah kebohongan.

Yang engkau ajarkan diatas adalah bagaimana kita membuktikan cinta kita kepada seseorang yang yang telah Tuhan amanahkan kepada kita.
Yang engkau ajarkan diatas adalah bagaimana seseorang akan melakukan apapun untuk yang dicintainya melebihi dirinya sendiri.
Yang engkau ajarkan di atas adalah bagaimana berkorban untuk seseorang yang istimewa dalam hidup.
Yang engkau ajarkan di atas adalah cinta. Cinta yang tak mengaharap balasan dari yang dicintainya.
Yang engkau ajarkan di atas adalah bagaimana menjadi seorang yang tulus sepenuh kasih menyayangi seseorang melebihi dirinya sendiri.

Lalu, kenapa mereka dengan tega mengatakan bahwa Ibu adalah seorang pembohong?
Sungguh, aku tidak rela bila ada yang mengatakan Ibu adalah seorang pembohong.
Bagiku, Ibu adalah bukti cinta Tuhan.
Bagiku, Ibu bukan seorang pembohong melainkan seorang pecinta yang jujur, yang mengungkapkan cintanya dengan perbuatan.

Itulah yang membuatku semakin mencintaimu. Dan bersyukur terlahir dari rahimmu.

Bu, semoga engkau sudi mengajarkanku cinta yang agung sepertimu.
Semoga aku bisa menangkap makna yang tersembunyi dari setiap perlakuanmu padaku.
Meski aku tahu, cintaku padamu masih kalah dengan cintamu padaku.
Meski aku tahu, masih banyak makna yang belum tersingkap dari keluhuran budimu.

Ah, Ibu.

Kenapa engkau selalu saja mampu untuk membuat air mataku berlinang.
Apakah ini air mata kerinduan?
Ataukah ini air mata penyesalan karena terlambat memahami cintamu?

Tiba-tiba saja aku teringat dengan pesan singkatmu beberapa waktu yang lalu. Sehari sebelum ulang tahunku.

"Ka, selamat ulang tahun besok. Semoga selalu diberikan panjang umur dan kesehatan serta kebahagiaan. Kata Ibu." Pesan yang seolah-olah dikirimkan oleh adikku.

Lalu, aku pun membalas " Aamiin. Terimakasih bu. Tapi, ulang tahunku besok kenapa ngucapinnya sekarang?" Tanyaku.

"Agar ibu menjadi orang yang paling pertama mengucapkan." Begitulah balasannya.

Hal itu membuatku sedikit bingung.
Pertama, bukankah yang mengirimkan pesan sebelumnya mengatasnamakan adikku? Lalu, kenapa di balasan sebelumnya langsung menyebut "Ibu" bukan "Kata Ibu"?

Kedua, Kenapa ingin menjadi yang pertama sebelum orang lain mengucapkan?

Kenapa bu?
Tenang saja. Ibu tidak perlu menjawabnya. Karena aku sudah mengetahui jawabannya.

Yang pertama, setelah pesan itu aku langsung menghubungi adik dan menanyakan siapa yang sesungguhnya mengirimkan pesan tersebut.
Dia menjawab "Pesan itu Ibu sendiri yang mengetik. Hanya saja mengatasnamakan aku."

Aku tidak tahu alasanmu bu, mungkin untuk mengajarkan adik bagaimana mencintai dan memberikan kebahagian kecil bagi orang disekitar.

Atau alasannya karena Ibu malu jika berterus terang dalam mengungkapkan cinta pada anaknya. Karen aku bukan anak kecil lagi. Walaupun aku tetap anakmu.

Alasan yang lebih tepatnya hanya ibu yang lebih mengetahui, semoga ibu berkenan untuk memberitahu.

Yang jelas, orang lain mungkin akan mengatakan ini sebagai kebohongan seorang ibu.

Kedua, kenapa Ibu ingin menjadi yang pertama dan takut ada yang mendahului untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada anakmu.

Ini seperti seorang ayah yang bersedih saat anak perempuannya akan dipersunting oleh seorang laki-laki yang akan menggantikan posisi ayahnya dalam menjaga anak gadisnya.

Begitulah, yang aku tangkap dari maksud ibu. Mungkin, ibu juga merasa bahwa sebentar lagi anakmu ini akan memiliki seorang perempuan yang akan berada disampingku. Menyayangiku, mencintaiku. Dan ibu merasa bahwa akan ada yang menggantikan ibu dalam memberi perhatian padaku setelah itu. Benarkan bu?

Apakah, Ibu saat ini sedang menangis bu? Kalau jawabannya 'iya'. Maka, keadaan itu juga yang terjadi padaku.

Aku terharu dengan semua caramu mengungkapkan cinta.
Aku terharu dengan semua caramu.

Aku ingin selalu menjadi anakmu.
Aku akan selalu menjadi anakmu.
Sampai kapanpun.

Dan, engkau adalah sebaik-baik manusia yang mengajarkan cinta.
Semoga, aku bisa mewarisi kasih sayangmu.

Maafkan aku yang terlambat menyadari semuanya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar