Rabu, 26 Agustus 2015

Bukan Aku

      Memang, seharusnya aku menyadari semuanya dari awal--bukan saat ini. Harusnya, aku menyadari dan mampu merasakan bahwa kehadiranmu bukan untukku. Saat aku menyadarinya saat ini rasanya semua sudah sedikit terlambat. Aku telah menjatuhkan hati pada tempat yang salah.
     Harusnya, aku menyadari bahwa kedekatan antara kita tak bisa di artikan kita akan bersama selamanya. Karena memang kenyataannya begitu. Namun, betapa bodohnya diriku yang telah memendam rasa padamu. Betapa konyolnya aku yang telah menjatuhkan hati padamu. Itu semua salahku. Aku hanya berharap lebih pada hubungan kita. Walau memang pernah terucap kata cinta dari bibirmu namun bukan berarti kita akan tetap bersama.
     Kenyataannya, kini kamu memilih hati yang lain untuk menjadi trmpat berlabuh. Seolah dengan tanpa beban apapun. Sementara aku masih belum siap menerima kenyataan bahwa kamu bukan untukku.
     Ternyata, janji-janji yang pernah kamu ucap hanya pemanis bibir belaka. Kata-kata romantis yang sering terlontar dari bibirmu hanya bualan belaka. Dan hubungan kitapun ternyata tak benar-benar kamu inginkan.
Kamu hanya menjadikanku pelampiasan belaka karena kekecewaanmu pada orang lain. Setelah hatimu pulih kamu memilih hati yang lain sebagai tambatan. Kamu tidak jauh berbeda dengan mereka yang juga pernah menyakitiku. Walaupun aku mengira kamu berbeda ternyata dugaanku salah.
     Harusnya, memang aku menyadarinya dari awal bahwa kamu tidak benar-benar mencintaiku. Atau mungkin selama ini hanya aku saja yang terlalu berlebihan menanggapimu. Aku tidak pernah belajar pada pengalamanku bahwa orang yang terbiasa mengumbar janji biasanya juga pandai mengingkarinya. Itulah kesalahanku. Aku selalu saja terbuai oleh janji-janji manis yang melenakan. Aku tidak akan memaksamu untuk tetap tinggal disini. Karena memang kamu telah memilih hati yang lain sebagai sandaran.
     Harusnya, aku mengetahuinya sejak awal bahwa memang cintamu bukan untukku. Namun, apa daya aku hanyalah orang yang terlalu sering merasakan sakit hati. Lalu apakah salah jika aku mempercayaimu dengan sejuta janji?
     Walaupun akhirnya aku tahu takdirmu bukan denganku. Cintamu bukan untukku. Dan pilihanmu bukan aku.

***

Minggu, 16 Agustus 2015

Sapaan "Selamat Pagi" Yang Kurindukan

     Semuanya telah berakhir!
     Semuanya telah usai!
     Ikatan diantara kita telah terputus!
     Kira-kira begitulah kata-kata yang keluar dari bibirmu-- walau aku berharap itu tidak benar-benar keluar dari hatimu. Aku masih mengingat semuanya dengan jelas tak luput sedikitpun dari ingatanku.
     Sebenarnya bukan hanya kata-kata terakhirmu saja yang aku ingat. Aku juga masih ingat kata-kata pertamamu padaku. Hanya saja aku sedang berusaha melupakan semua itu untuk saat ini.
     Pun, dengan kenangan dan cerita yang pernah kita jalani berdua. Semuanya masih segar dalam ingatanku. Semakin aku berusaha untuk melupakan semuanya, semakin aku tak mampu. Entahlah. Mungkin aku yang terlalu bodoh hingga tak bisa melupakan semuanya.
     Semua yang telah kita jalani bagiku sangat istimewa hingga aku sendiri bingung bagaimana melupakan semuanya-- melupakan bayanganmu.
     Senyumu.
     Candamu.
     Sapaanmu.
     Selalu saja terngiang dalam benakku.  Namun, kata-katamu malam itu telah memperjelas semuanya. Bahwa senyummu, candamu dan sapaanmu telah menjadi kenangan.
     Aku tidak mungkin melihat senyummu lagi. Aku tak mungkin mendengar candaanmu. Juga, aku sudah tak mungkin mendengar sapaan manjamu. Semuanya telah usai. Cerita antara kita telah berakhir malam itu.  Aku tahu.
     Aku tidak bisa terus-terusan merindukanmu. Itu hanya akan menjadi luka bagiku.
     Senyummu bukan lagi untukku melainkan untuk mata yang lain diluar sana.
     Candaanmu bukan bersamaku lagi melainkan untuk orang lain disana.
     Sapaanmu bukan lagi untukku tapi untuk hati yang lain disana.
     Aku. Aku akan tetap disini mengeringkan luka dihatiku agar tak membekas sedikitpun.
Namun, yang pasti aku akan tetap merindukanmu. Merindukan kebersamaan kita.
     Rindu akan senyummu.
     Rindu akan canda tawa mu.
     Pun rindu akan sapaanmu.
     Setiap pagi aku terbangun dari tidurku. Aku berharap bahwa kata-kata yang kamu ucapkan malam itu hanyalah mimpi buruk belaka.
     Setiap mataku terbuka dipagi yang dingin aku selalu saja membuka pesan handphoneku hanya untuk melihat adakah ucapan 'selamat pagi' darimu.
     Namun, ternyata aku tak pernah menemukan sapaan itu. Pesan di telepon selulerku tetaplah kosong seperti kosongnya hatiku.
     Setiap pagi aku selalu saja merindukan sapaan 'selamat pagi' darimu.
     Namun, beberapa saat setelah itu aku kembali tersadar bahwa kamu bukan milikku lagi. Aku tidak berhak merindukan sapaanmu lagi.
     Semuanya telah berakhir.

***

Terserah!

          Sudah terlalu sering rasanya aku mengusahakan agar hubungan yang kita jalani tak berakhir mengenaskan. Namun, ternyata memang benar seberapa kuat, seberapa sering aku mengusahakan agar kita tetap bersama tidak ada gunanya- percuma.      Jika memang dalam dirimu sendiri tidak ada keinginan untuk mempertahankan hubungan kita. Terlampau sering aku mencoba agar kamu tetap merasa bahagia bersamaku namun hanya berujung kekecewaan. Mungkin, rasa pada dirimu telah benar-benar mati hingga kamu tidak mampu lagi merasakan perjuanganku terhadap cinta kita- cintaku lebih tepatnya.
       Aku sudah sering merasakan sakit karena cinta, itulah sebabnya saat aku menjatuhkan hati padamu, menambatkan rasa pada hatimu aku berharap bahwa kamu kan menjadi yang terakhir mengisi relung hatiku. Aku tidak ingin lagi merasakan sakit hati yang rasanya teramat sakit dan menyiksa. Tapi, sikapmu terhadapku saat ini telah membuka luka-luka lamaku- luka karena sakit hati.
        Kekecewaanku terhadapmu telah terlampau besar. Aku kecewa kepadamu yang telah mengabaikan ketulusanku. Aku kecewa padamu yang telah mencampakan hatiku. Aku kecewa padamu yang telah mengkhianati kepercayaanku. Aku kecewa padamu yang telah menyia-nyiakanku. Cintaku padamu sudah terlampau besar namun kau justru membuatku sakit hati karena cinta yang semestinya indah. Terlebih, aku kecewa pada diriku sendiri yang telah menjatuhkan hati pada orang yang tak benar-benar cinta padaku. Aku yang telah mempercayakan hatiku pada orang yang tak tulus menjaganya. Tapi, kekecewaanku sudah tidak ada gunanya lagi. Semuanya sudah terjadi.
       Sekarang, aku akan berhenti mengusahakan agar hubungan kita tetap indah. Aku akan berhenti memperjuangkan cintaku karena sekarang aku menyadarinya bahwa itu percuma.
       Sekarang, semuanya terserah padamu. Pergilah jika kau memang menginginkan perpisahan! Biarkan aku disini sendiri berteman dengan luka. Pergilah jika memang kamu sudah tak ingin lagi bersamaku! Biatkan aku disini menetap bersama duka. Luka, duka dan derita cinta telah menjadi karibku bahkan sebelum kamu hadir. Kukira kamu adalah penawar itu semua tapi ternyata aku salah. Kamu juga adalah racun yang membuatku lebih sakit.
        Sekarang, terserah apapun yang ingin kamu lakukan, lakukanlah!
Tanpa ikatan, tanpa cinta aku akan tetap mendoakanmu bahagia meski bukan denganku.

***